Rabu, 06 Oktober 2010

RUU BPJS DAN REVISI UU No. 13/2003

Wk. Bid. Hukum dan Pembelaan (Bambang S.) dan Wk. Bid. Humas (Bambang M)
tengah mengikuti pertemuan PUK SPSI Se-Jawa Barat
Iwan Hidayat, Ketua DPC SPSI Purwakarta menjadi moderator dalam pertemuan PUK SPSI Se Jawa Barat

Pada tanggal 28 September 2010, bertempat di Kantor DPC SPSI Purwakarta, Pengurus Daerah SPSI Jawa Barat mengundang seluruh PUK sejawa Barat untuk membahas masalah RUU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan adanya issue revisi UU No. 13 tahun 2003.

Setelah mulur 1 jam lebih, pada jam 10.40 WIB acara tersebut baru dibuka setelah menunggu perwakilan dari PUK Kabupaten Bogor dan Bekasi yang datang terlambat. Pertemuan tersebut sendiri dihadiri oleh 100 PUK dari 153 PUK yang terdaftar di Provinsi Jawa Barat. Menurut Ketua PD SPSI Jabar, Darju, jumlah peserta ini sendiri melebihi jumlah peserta MUSDA yang digelar beberapa bulan lalu di Bogor. Hal ini mungkin karena topik yang akan dibicarakan sangat penting dan menyangkut masalah hajat hidup karyawan secara keseluruhan.

R. Abdulah yang juga merupakan wakil ketua PP SPSI dalam sambutannya mengatakan bahwa salah satu hal yang melatarbelakangi RUU BPJS ini adalah karena belum dilaksanakannya UU No. 40 Tahun 2004 oleh Pemerintah, dimana dalam UU tersebut disebutkan bahwa :"Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang Sejahtera, adil dan Makmur" Disebutkan juga dalam Pasal 1 angka 1:"Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak".

Karena itu dibentuklah Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) untuk mengawal terlaksananya RUU BPJS tersebut. Komite ini beranggotakan 63 organisasi yang terdiri dari Federasi Serikat Pekerja dan LSM, dan Aliansi.

Sementara ini tentang adanya Revisi UU No. 13 tahun 2003, Bawit (Sekretaris PD) dalam orasinya mengatakan bahwa hal tersebut bukan termasuk issue lagi karena pemerintah sudah mengeluarkan Inpres No. 1 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Perioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 dengan Prioritas ke 7 yaitu: Iklim Investasi dan Iklim Usaha.

Dari produk inpres ini akan dihasilkan kebijakan-kebijakan yang akan merugikan karyawan atau buruh pabrik, seperti diantaranya yaitu:

1. Masalah Out Sourcing dan Pekerja Kontrak (PKWT) yang dibebaskan dan tidak ada peraturannya.

2. Pesangon yang turun sekitar 5-7 bulan upah.

3. Kegiatan mogok kerja yang diperketat persyaratannya.

4. Upah yang diserahkan kepada Pasar Kerja (tidak ada lagi dewan pengupahan).

(sumber informasi: Ir. Said Iqbal, ME anggota LKS Bipartit Nasional di DPP KSPSI Jakarta)


Revisi UU No. 13 Tahun 2003 itu sendiri masih digodok LIPI dan akan diserahkan kepada Pemerintah pada tanggal 10 Oktober 2010, yang selanjutnya akan diserahkan oleh Pemerintah ke DPR untuk disahkan.

Sekarang kita tinggal menunggu kepastian isi dari Revisi UU tersebut yang akan diserahkan LIPI ke Pemerintah. Apakah yang dikemukakan oleh Sekretaris PD tersebut memang benar-benar akan terjadi. Tetapi kita harus selalu waspada, mensosialisasikan hal ini sedini mungkin kepada semua anggota serikat pekerja dan bersiap-siap untuk melakukan penolakan keras jika itu terjadi. Jangan sampai kita semua kecolongan tidak bisa berbuat apapun pada saat hak-hak kita satu per satu dirampas oleh para kapitalis. Kita semua tentu berharap itu tidak akan terjadi, tapi antisipasi juga perlu kita siapkan sedini mungkin dengan tetap siaga menunggu komando selanjutnya dari PP SPSI di Jakarta. (JS)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar